Gerogoti Dana Desa, Diduga Dana BUMDes Mengalir ke Oknum Pejabat

  • Bagikan

BONE, RADARBONE.FAJAR.CO.ID--Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) di Kabupaten Bone nyatanya menggerogoti dana desa. Pengelolaannya dinilai tidak optimal bahkan ada Bumdes yang tidak dikelola secara profesional. Termasuk adanya oknum pejabat Pemkab Bone yang menikmati dana penyertaan modal untuk desa tersebut.

Dana desa yang dikuras untuk Bumdes cukup besar. Setiap desa, rata-rata menganggarkan Rp100 juta untuk Bumdes. Jika diakumulasi dengan jumlah desa sebanyak 328 desa, maka dana penyertaan modal yang terkumpul mencapai Rp32 miliar lebih.

Ironisnya, dana penyertaan modal yang dialokasikan terkesan mubazir. Bahkan ada dana Bumdes yang ikut mengalir ke oknum pejabat tanpa ada pertanggungjawaban.

Temuan tersebut terjadi pada Bumdes Samaenre Kecamatan Bengo. Kades Samaenre Syamsuddin mengaku, ada dana Bumdes yang dipinjam oknum pejabat Pemkab Bone yang pernah berdinas di Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD).

Termasuk masih terdapat dana Bumdes Rp20 juta yang belum kembali dan dipertanggungjawabkan oleh kades sebelumnya. "Memang ada dana Rp20 juta yang dicairkan oleh pengurus Bumdes sebelumnya dan itu terjadi sebelum saya menjabat. Setelah saya teliti, ternyata ada juga uang diambil oknum pejabat dari Kabupaten Bone yang belum dikembalikan," ungkapnya kepada RADAR BONE kemarin.

Dia juga mengaku pihaknya telah menyampaikan secara lisan kepada pengurus Bumdes yang baru untuk memburu dana Rp20 juta baik digunakan oleh warga Samaenre dan oknum pejabat.

"Sebelum bersurat resmi, kami membicarakan secara kekeluargaan dulu. Karena dana dipinjam itu tidak sedikit dan kalau tidak salah ada dana Rp5 juta sesuai laporan Bumdes," ujarnya.

Dia menjelaskan peminjaman dana bumdes oleh oknum penabat itu terjadi saat sejumlah kades berangkat studi banding ke Jawa. "Ini yang kami kejar. Karena dana yang dipinjam tidak sedikit. Termasuk kami minta pertanggungjawaban kades sebelumnya," tukasnya.

Kades Samaenre juga mengaku bukan hanya desanya, tetapi ada banya desa lain yang bernasib sama. Dana Bumdes yang dikelola, tak diketahui rimbanya.

Salah seorang kepala desa yang meminta namanya tidak dikorankan juga mengaku ada Rp10 juta dana Bumdes yang dia setor melalui Bumdesma. "Yang koordinir kemarin oknum pejabat Pemkab Bone. Kita sudah beberapa kali pertanyakan dana itu, tapi tidak direspon," tukasnya.

Akibatnya, pihaknya yang repot karena dana itu harus dipertanggungjawabkan. Kades Bellu, Risal Jamal juga mengaku telah meminta pertanggungjawaban pengelolaan dana Bumdes oleh kades sebelumnya. Ia mengaku ada Rp50 juta dana Bumdes yang sementara Ia kejar. "Itu harus dipertanggungjawabkan karena bukan uang pribadi ini. Tapi uang negara yang dikucurkan untuk masyarakat," tegas mantan Anggota DPRD Bone itu.

Risal juga menegaskan, selain dana Bumdes, juga ada dana PUAP Rp100 juta yang belum kembali ke kas desa. "Dan kayaknya sudah jadi temuan itu. LHP (Laporan Hasil Pemeriksaannya) juga sudah ada," tukasnya.

Diduga oknum pemkab yang dimaksud, adalah Nasrullah mantan Kabid Bina Pembangunan dan Usaha Ekonomi Desa DPMD Bone. Apalagi, pasca berita ini mencuat, Nasrullah yang kini berdinas di Dinas Pariwisata buru-buru membantah ikut menikmati aliran dana BUMDes.

Kepada RADAR BONE, Nasrullah mengaku jika dana BUMDes yang terkumpul digunakan untuk pelatihan peningkatan SDM pengelola BUMDes.

"Kemungkinan kepala desa yang berkomentar itu, emosi. Tidak ada dana BUMDes yang kita kuras. Selama ini kita lakukan pembinaan dan sudah ada beberapa BUMDes yang berhasil," katanya saat bertandang ke kantor RADAR BONE, Selasa 5 Juli kemarin.

Nasrullah juga mengklaim jika pengelolaan BUMDes tetap berjalan. Ia juga menceritakan alur sampai BUMDes dibentuk. Menurutnya, badan usaha milik desa sudah ada sejak 2010. Kala itu, baru dua BUMDes yang dibentuk masing-masing di Desa Kecamatan Bontocani dan Abbumpungen Kecamatan Kajuara.

"BUMDes yang awalnya dibentuk merupakan bantuan dari pemerintah pusat. Masing-masing BUMDes kala itu, mendapat dana penyertaan modal Rp70 juta perdesa," ucapnya.

Pada saat undang-undang desa ditetapkan dan dana desa mulai dikucurkan, maka setiap desa lanjut Nasrullah mulai mengalokasikan dana penyertaan modal untuk BUMDes.

"Awal dana desa ada, barus sekitar 50 BUMDes yang dibentuk dengan total penyertaan modal kala itu mencapai Rp5 miliar," ucapnya.

Kemudian seiring berjalannya waktu, penyertaan modal dari dana desa untuk BUMDes terus bertambah. "Ada desa yang bahkan mengalokasikan dana penyertaan modal hingga Rp500 juta. Sampai saya tinggalkan DPMD, dana penyertaan modal itu berkisar Rp50 miliar," ucapnya.

Jenis usaha yang dikelola BUMDes lanjut dia, bervariasi mulai dari peternakan, perdagangan hingga koperasi simpan pinjam.

"Kita di DPMD juga melakukan pendampingan melalui pelatihan-pelatihan yang digelar. Kita lakukan pembinaan dan evaluasi. Salah satu yang dievaluasi adalah proses pembentukan BUMDes hingga pertanggungjawaban pengelolaan keuangan," ujarnya.

*

Terpisah, Kadis PMD Bone, A Gunadil Ukra yang dikonfirmasi mengaku jika dana Bumdes harusnya dikelola profesional.
Ia juga meminta dana Bumdes yang mengalir ke oknum pejabat, agar dipertanggungjawabkan.
"Kalau memang benar ada oknum pejabat yang meminjam dana bumdes baik itu pejabat pemkab maupun mantan kepala desa, harus dikembalikan. Karena itu uang negara," tegas Gunadil, Minggu 3 Juli kemarin.
Ia juga menegaskan, kepala desa harusnya tidak lepas tanggungjawab.
"Andaikan benar itu terjadi dan benar ada kades yang mengeluhkan, saya akan panggil kades yang dimaksud untuk memperjelas. Benarkah ada pinjamannya dana bumdes ke oknum pejabat. Kalau memang itu benar, maka kami akan menfasilitasi untuk mempertemukan agar dana itu bisa dikembalikan," kuncinya.
Terpisah, akademisi IAIN Bone, Muh Arif Ridha melihat Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) belum efektif meningkatkan perekonomian desa. Di berbagai daerah, BUMDes dikelola ala kadar, asal jadi dan hanya menghabiskan dana desa.
"Ini yang harusnya menjadi catatan penting, terutama untuk Kementerian Desa, BPMD (Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa, Red) Provinsi dan Kabupaten. Selaku pembina, mereka bertanggungjawab dalam kemajuan BUMDes di desa-desa," katanya.
Ia mengacu pada UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Pasal 90 UU itu menyebutkan Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, dan Pemerintah Desa mendorong perkembangan BUMDes dengan memberikan hibah dan akses permodalan. Kemudian melakukan pendampingan teknis dan akses ke pasar dan memprioritaskan BUMDes dalam pengelolaan sumber daya alam di desa.
Sementara dalam Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Permendesa PDTT) Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan, dan Pengelolaan, dan pembubaran Badan Usaha Milik Desa disebutkan menteri bertugas menetapkan norma, standar, prosedur dan kriteria BUM Desa.
Diketahui, rata-rata dana yang dikucurkan untuk BUMDes selama lima tahun terakhir antara Rp100 juta lebih. Namun jenis kegiatan baru sebatas koperasi simpan pinjam. Anehnya, hasil kegiatan yang dilakukan tidak jelas pelaporannya.
"Harusnya BUMDes menjadi tulang punggung pembangunan desa di masa mendatang. Hal itu karena negara tidak mungkin terus meningkatkan jumlah kucuran dana desa karena kemampuan uang negara terbatas. Maka untuk menambah penghasilan di desa-desa, diharapkan bisa didapatkan dari BUMDes. Namun jika melihat pengelolaan BUMDes yang tidak efektif, harapan BUMDes sebagai tulang punggung pemasukan kas desa tidak sulit tercapai," kuncinya.

  • Bagikan