Digugat ke DKPP, KPU Bone Tegaskan Pelapor Punya Catatan Hitam Sebagai Penyelenggara

  • Bagikan

BONE, RADARBONE.FAJAR.CO.ID--Komisi Pemilihan Umum (KPU) digugat ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) oleh salah satu calon Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) yang tidak lolos seleksi wawancara.

Pelapor diketahui bernama Rohzali Putra Badaruddin atau Ijal yang pernah menjabat Anggota PPK Tanete Riattang Barat.

KPU Bone pun tak tinggal diam. KPU menegaskan siap menghadapi gugatan tersebut.

Ketua KPU Bone, Izharul Haq menegaskan, pelapor punya catatan hitam di KPU. Pelapor kata Izharul pernah diduga memanipulasi hasil pleno Pileg 2019.

"Jadi ada catatan hitamnya ini si Ijal. Ketika dia menjadi penyelenggara, saya katakan yang bersangkutan ini tidak berintegritas. Karena hampir seluruh suara caleg diubah. Ini kejahatan pemilu menurut saya. Ini yang membuat pleno kemarin terhambat. Suara caleg yang dari 80 menjadi 800 ada juga yang awalnya menjadi 89 menjadi 819," kata Izharul.

"Saya juga heran selaku ketua KPU memandang ini Ijal kok masih mendaftar PPK padahal masih ada luka yang disimpan. Ada rekam jejak yang tidak pantas ditampung di PPK," ucapnya.

Izharul juga mengatakan, tidak menutup kemungkinan KPU Bone akan melaporkan dugaaan manipulasi suara yang oleh polisi saat itu dikatakan kejahatan pemilu.

"Dan ini masa kadaluarsanya 8 tahun. Insya Allah besok komisioner KPU Bone akan ke Polres Bone berkonsultasi terkait dugaan percobaan manipulasi yang dilakukan oknum PPK Tanete Riattang Barat pada pemilu 2019. Kita juga punya saksi yang bisa menguatkan itu," tegas Izharul.

Termasuk catatan hitam lainnya yakni pernah ada data dari Jakarta bahwa 380 pemilih yang masuk di data pemilih, yang terdeteksi sudah meninggal dunia.

"Kita minta PPK TRB kala itu untuk ditindaklanjuti tetapi tidak digubris. Itu sudah membuktikan bahwa tidak ada loyalitas," ucapnya.

Komisioner KPU Bone, Harmita menegaskan proses rekrutmen sudah sesuai prosedur dan tidak ada PKPU yang dilabrak. "Dan saya tegaskan bahwa hasil CAT itu hanya mengantar ke tahap test wawancara. Kalaupun dia nilainya 100 saat test CAT tidak menjamin dia lolos di tahap test wawancara," tukasnya.

Komisioner KPU Bone, Nasaruddin Zaelany menambahkan, ada tiga indikator dalam penilaian. Pertama soal teknis penyelenggara, kemudian komitmen didalamnya ada profesionalitas, loyalitas dan integritas serta rekam jejak.

"Kita sudah transparan sebenarnya. Hasil CAT itu langsung kita tempel. Soal ada satu peserta yang hanya diwawancara dua komisioner itu tidak masalah. Apalagi waktu kita melakukan wawancara hanya tiga hari. Bahkan kita bekerja itu sampai jam 2 dinihari. Jadi komisioner itu membagi indikator penilaian. Nanti setelah pleno kita kumpulkan," pungkasnya.

Soal adanya laporan ke DKPP, Atto sapaan akrabnya menegaskan KPU siap hadapi.

"Saya katakan itu resiko bagi kami selaku penyelenggara. Kita akan hadapi itu, kita sudah siapkan bukti-bukti," ucapnya.

Senada disampaikan Komisioner KPU Bone, Andi Mappaningsong. "Kita siap hadapi itu, kita sudah bekerja sesuai PKPU Nomor 8 dan kita sudah siapkan berita acara pleno," kuncinya.

Sebelumnya, Komisioner KPU Bone, Sulawesi Selatan (Sulsel) dilaporkan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Hal ini lantaran seleksi panitia pemilihan kecamatan (PPK) dianggap tidak transparan.

"Kemarin saya buat aduan di DKPP. Yang saya adukan komisioner karena tidak profesional, dan saat wawancara meninggalkan tempat," kata peserta seleksi PPK Rozahli Putra Badaruddin.

Rozahli menuding seleksi PPK untuk tahap wawancara yang digelar 11-13 Desember lalu tidak sesuai prosedur. Kriteria dan bobot penilaian peserta dianggap tidak jelas.

"Yang saya keberatan ini perihal wawancara tidak ada standar bobot penilaian yang jelas. Kemudian proses penilaian tidak obyektif, dan tidak jelas kriteria kelulusan," lanjutnya.

Komisioner KPU Bone juga dinilai tidak konsisten melakukan wawancara. Menurutnya, selama proses wawancara ada peserta yang diwawancara dengan waktu singkat, dan adapula yang diseleksi oleh 2 komisioner.

"Ini kan yang tidak transparan dari KPU, kenapa saat wawancara ada 2 komisioner, dan ada 5 orang. KPU tidak terbuka dalam penentuan hasil yang ditetapkan. Terkesan ada intervensi kelompok-kelompok untuk meloloskan nama-nama tertentu," sebut Rozahli.

Rozahli menambahkan, pertimbangan kelulusan juga tidak melihat hasil tes Computer Assisted Test (CAT). Bahkan mengesampingkan peserta yang memiliki pengalaman kepemiluan.

"Yang saya mau tegaskan juga KPU kabupaten menyampingkan pengalaman kepemiluan dan integritas peserta seleksi. Tidak menutup kemungkinan juga terjadi di kecamatan lain," sambung Rozahli.

*

  • Bagikan