Oleh Mubha Kahar Muang
KETIKA Perang Korea usai tahun 1953, Jenderal Douglas MacArthur, Panglima Perang Amerika Serikat di Pasifik berkata, negeri ini tidak punya masa depan. Waktu seratus tahun pun tidak akan cukup untuk membangunnya.
Jika saja hari ini MacArthur masih hidup, dia akan menyadari apa yang dia pikirkan sungguh keliru.
Pandangan MacArthur sebenarnya beralasan.Saat itu pendapatan perkapita negeri itu hanya 67 dollar AS, lebih rendah dari Filipina dan Myanmar. Sumber daya alam Korea Selatan tak menjanjikan apa-apa. Seperti umumnya keadaan alam di Semenanjung Korea, 70 persen tanahnya adalah perbukitan gersang dan kosong.
Lalu apa kunci kemajuan negeri seluas kurang lebih 100 ribu km persegi ini?Jawabannya mungkin dapat kita lihat jauh ke belakang.
Sejarah jatuh-bangun kerajaan di Korea cukup panjang, hingga kemudian tahun 936 M.
Dinasti yang memerintah Semenanjung Korea adalah Goryeo mulai 918 Masehi hingga 1392 Masehi.
Dinasti Goryeo jatuh, karena pemberontakan oleh Jenderal Yi Seong-gye. Dinasti Joseon, menggantikan Dinasti Goryeo tahun 1392.
Dinasti Joseon menjadi Kekaisaran Han Raya yang berakhir bersamaan dengan jatuhnya Korea ke tangan Jepang.
Kekalahan Rusia dan Tiongkok atas Jepang 1905 memudahkan Jepang menjajah Korea yang dimulai pada tahun 1910.
Padahal sebelumnya beberapa kali serangan dari Jepang termasuk Tiongkok dan Mongol berhasil di patahkan.
Menyerahnya Jepang kepada sekutu 1945, mengakhiri penjajahan Jepang atas Korea selama 35 tahun.
Pemenang Perang Dunia tidak dapat memutuskan bentuk pemerintahan Korea karena perbedaan ideologis.
Komunis atau Kapitalis.
Pemilihan umum Korea Selatan yang diselenggarakan 10 Mei 1948 Syngman Rhee terpilih sebagai presiden.
Sekaligus menjadi pertanda berdirinya Korea Selatan pada 15 Agustus 1948.
Sementara Korea Utara membentuk Republik Demokratik Rakyat Korea pada 9 September 1948. Kim Il Sung terpilih sebagai presiden.
Perang Korea
25 Juni 1950, Pasukan Korea Utara menyerang Korea Selatan mendapat dukungan dari Tiongkok dan Rusia.
Pasukan Korea Utara menduduki Seoul. Pasukan Amerika Serikat membantu diikuti oleh pasukan PBB, yang turut berperang di pihak Korea Selatan.
Gencatan senjata berlangsung pada 27 Juli 1953. Korea akhirnya terpisah. Korea Utara yang komunis dan Korea Selatan yang demokratis.
Ancaman komunisme dari Utara didukung Rusia dan Tiongkok terus berlangsung, sehingga sering terjadi pertempuran perbatasan.
Demonstrasi mahasiswa April 1960 meminta Presiden Rhee turun karena kecurangan pemilu.
Akhirnya Presiden Rhee dan kabinetnya bubar. Majelis Nasional kemudian memilih Yun Po-sun sebagai presiden dan Chang Myon sebagai perdana menteri.
Pemerintahan baru dan Partai Demokrat yang berkuasa tak mampu memulihkan kondisi perekonomian, politik, dan ancaman komunis dari Korea Utara.
Apalagi ketika itu pemerintahan sangat lemah, karena tidak tercapai kesepakatan tentang komposisi kabinet. Reshuffle kabinet tiga kali dalam lima bulan.
Masyarakat menuntut reformasi politik dan ekonomi. Karena takut ancaman dari Korea Utara.
Pada 16 Mei 1961, Mayor Jenderal Park Chun Hee kemudian melakukan revolusi militer.
Presiden Yun memberi legitimasi rezim militer, walau Perdana Menteri Chang menolak. Chang ditangkap Juli 1961.
Dalam pemilihan presiden Oktober 1963, Park Chung Hee menang.
Korea tidak memiliki sumberdaya alam yang melimpah untuk memulai segala sesuatu. Seusai perang, kemiskinan dahsyat terjadi di negeri ini.
Park memotivasi rakyatnya dengan mengatakan “Kalau kamu lapar karena makanan kurang, perbanyak minum”, demikian Park berupaya meringankan beban rakyatnya.
Park berpandangan, pendidikan satu-satunya program untuk restorasi bangsa. “Kalau makan boleh kurang, namun belajar wajib lebih”, katanya.
Park mengalokasikan 90% APBN untuk pendidikan.
Belajar dan kerja keras, hanya itu cara memuliakan hidup.
Demikian seruan Park, sehingga berduyun-duyunlah anak-anak pergi ke sekolah walau berjalan kaki sejauh 10 km per hari.
Kesungguhan dalam pendidikan merupakan modal dasar untuk menghasilkan tenaga kerja unggul kelak kemudian hari.
Dengan pandangan dan tekad seperti itu, tahun 1962 Park menetapkan program Repelita I sebagai cetak biru pembangunan ekonomi yang menjadi prioritas utamanya.
Park tidak memiliki dana, Amerika Serikat tidak memberi dukungan karena tidak mendukung rezim militer, pelanggar HAM, dianggap tidak demokratis.
Park kemudian mengajukan pinjaman kepada Jerman Barat. Sebagai sekutu Amerika, Jerman Barat pun enggan mengucurkan bantuan.
Tetapi Jerman Barat ketika itu kekurangan tenaga kerja untuk membangun, akhirnya menerima tawaran Park yang bersedia mengirimkan tenaga kerja bidang industri, penambang serta perawat.
Rakyat Korea Selatan ramai mendaftar untuk dikirim ke Jerman Barat. Upah para pekerja disetujui Jerman Barat dibayar Park dalam mata uang won di dalam negeri. Kebutuhan pekerja di Jerman Barat dipenuhi seadanya.
Antusiasme rakyat Korea Selatan ini tidak semata didorong oleh keinginan untuk memperbaiki nasib, tetapi juga didorong oleh patriotisme dan kesediaan berkorban untuk negeri mereka.
Park memperoleh pinjaman lunak 150 juta dollar AS yang dibayar dengan pengiriman pekerja ke Jerman Barat. Park dikenal anti KKN, sehingga rakyat siap berkorban membantu Park mewujudkan mimpinya.
Park menggunakan pinjaman ini untuk membangun industri ringan seperti tekstil dan barang konsumsi lainnya yang merupakan pendorong pertumbuhan ekonomi.
Park kemudian merancang pembangunan industri berat seperti baja, batubara, kimia, mesin dan industri kapal yang merupakan fondasi bagi kemajuan bangsa ini.
Industri baja dibangun tahun 1970 tanpa dukungan investor luar negeri.
Tahun 1973 Pohang mulai berproduksi, keraguan pihak luar pun hilang.
Tahun 2014 Korea Selatan menjadi penghasil terbesar keempat baja di dunia.
Dalam melaksanakan pembangunan pedesaan, Park ketika itu menggunakan konsep Gotong Royong. Sebanyak 33 ribu lebih desa diberi bantuan semen dan besi dilengkapi dengan berbagai keperluan untuk membangun industri kecil, bukan uang.
Setelah dua tahun desa yang berhasil, diberi bantuan yang lebih besar lagi, dianjurkan swasembada.
Akhirnya rakyat memiliki percaya diri, apa pun mungkin jika bekerja keras. Semangat ini menjalar ke sektor lainnya termasuk industri di kota-kota.
Keunggulan prinsip-prinsip yang dimiliki pemimpin dan rakyat Korea Selatan yang dasar-dasar pembentukannya telah diletakkan oleh Park Chung Hee, menjadikan Korea Selatan maju dan tangguh seperti yang kita lihat saat ini.
Lihat saja misalnya, ketika krisis melanda Asia tahun 1977 cadangan devisa negeri ini tinggal 3 miliar dollar AS, namun empat tahun kemudian cadangan tersebut menjadi 99 miliar dollar AS.
Park Chung Hee Seorang pemimpin yang mengetahui persis karakter bangsanya. Namun Park menafikan HAM dengan berpandangan demokrasi pada waktu yang sempit, adalah kemewahan yang tidak bermanfaat.
Ketika pertumbuhan ekonomi mulai melambat pada awal tahun 1970, ketidakpuasan mulai mengemuka. Antara lain tentang kebebasan berbicara dan pers, penangkapan dan penahanan lawan politik.
Ketidakpuasan ini berujung kepada demonstrasi oleh sebagian mahasiswa dan pekerja. Namun, pemerintahan Park malah memberlakukan darurat militer di Busan sehingga demonstrasi semakin meluas di seluruh negeri.
Park tertembak mati pada 26 Oktober 1979
Park Chung Hee dimakamkan dengan penghormatan militer penuh di Seoul National Cemetery.
Penembaknya, Kim Jae-kyu dihukum gantung pada 24 Mei 1980.
Itulah bagian dari sejarah Korea Selatan yang membangun negeri menggunakan Program Repelita dan Konsep Gotong Royong dalam membangun desa.
Yang pasti, menurut Bank Dunia tahun 2011-2013, pendapatan perkapita Korea Selatan sebesar 33,062 dollar AS, rangking 31 dari 185 negara di dunia. Capaian Korea Selatan sungguh luar biasa. (*)