BONE, RADARBONE.FAJAR.CO.ID--Kawasan Ruang Terbuka Hijau (RTH) bermasalah. Lokasi yang ditetapkan pemerintah sebagai kawasan RTH nyatanya banyak bersertifikat hak milik.
Salah satunya di Kelurahan Macanang. Salah seorang pemilik lahan, A Muh Yunus mengaku keberatan karena lahannya dicaplok sepihak. Padahal, dirinya mengaku mengantongi sertifikat C1 dan bukti putusan dari Pengadilan Negeri Watampone.
Aspirasi ini juga disuarakan Yunus saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di Komisi I DPRD Bone.
Rapat RDPU dipimpin Langsung Ketua Komisi I DPRD Bone, H Saipullah Latif dan turut hadir Wakil Ketua Komisi I, Faizal, beserta anggota Komisi I, diantaranya, Fahri Rusli SH, A Heryanto Bausad, SH dan A Boby Ishak
Rapat kerja turut dihadiri Kadis Bina Marga, Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Bone H Askar, Hasnawati Ramli, Camat Tanete Riattang Barat, serta unsut terkait.
"Saya cuma mau tahu kenapa tanah kami langsung dijadikan RTH tanpa sepengetahuan kami. Apalagi itu lokasi rumah tempat tinggal saya," keluh Andi Muh Yunus.
Yunus juga memperlihatkan beberapa bukti hak pemilikannya sperti surat C1 Persil No.63/D.Il-1108 C1 yang sudah turun temurun. Ada juga putusan pengadilan No.30/PTS.PDT.G/1985/PN.WTP, SHM No.308 tgl 25.8.1985 (PP.NO.24.1997 Pasal 32,34,48 Ayat 1, IMB No.331/KW/IV/2000, dan PBB..
Kepala Dinas Bina mengaku, tidak bisa serta merta mengambil keputusan untuk mengeluarkan lahan milik A Muh Yunus dari zona RTH. Kata dia, perlu revisi RDTR dan mendapat persetujuan kementerian ATR.
"Jikalau ini diproses harus di konekkan dengan pusat, dibawa ke Jakarta, untuk bisa dikeluarkan apa yang tadi dipersoalkan," jelasnya.
Anggota Komisi I DPRD Bone, Andi Heryanto Bausad SH mengaku ada sedikit kekeliruan dari penetapan kawasan RTH ini. "Kita harus juga melihat UU no 2 tahun 2012 tentang pengadaan tanah untuk kepentingan umum," kata politisi Nasdem itu.
Memang betul kata Andi Heryanto, dalam hal ini pemerintah berhak mengambil tanah masyarakat demi kepentingan umum, tetapi disisi lain masyarakat juga punya hak.
Dalam aturan lanjut dia, pada Pasal 5 Undang-undang nomor 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum jelas disebutkan bahwa pihak yang berhak wajib melepaskan tanahnya pada saat pelaksanaan Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum setelah pemberian ganti kerugian atau berdasarkan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Dan namun secara teknis juga harus melalui tahapan-tahapan sebagaimana diatur dalam tahapannya sebagaimana diatur dalam pasal 16 UU Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum. Seperti, pemberitahuan rencana pembangunan, pendataan awal lokasi pembangunan dan konsultasi publik rencana pembangunan.
"Kalau ketiganya tidak dilakukan maka jelas kekeliruannya ada di pemerintah," jelas AHB sapaan akrabnya
AHB juga mengingatkan di sila ke 4 Pancasila menyebutkan bahwa kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan yang dapat dimaknai salah satunya yaitu mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
"Jadi disini tidak boleh sepihak. Dan Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, Sila ke 5 Pancasila yang memiliki makna salah satunya keadilan harus menjadi sesuatu yang menjadi hak setiap masyarakat Indonesia," sebutnya.
Rapat kemudian menelurkan rekomendasi yakni pertama, dalam rangka Revisi RDTR menjadi PERBUP RDTR, Pemerintah Daerah akan melakukan pengkajian ulang untuk tidak memasukkan dalam zona RTH dari tanah A Muh Yunus.
Kedua aabila tanah miliknya tetap masuk dalam zona RTH maka Pemerintah Daerah Kabupaten Bone siap melakukan ganti rugi atau ganti untung ( Kompensasi) atas tanah tersebut berdasarkan nilai Apresial.
*