Oleh : IRHAM IHSAN
(Ketua Sompung Lolona Cenrana - Forbes Anti Narkoba Bone -Cenrana)
Dalam beberapa waktu terakhir, Kabupaten Bone diguncang oleh rangkaian kejadian tragis yang menggetarkan nurani: penemuan mayat di sungai, jasad bayi yang dibuang, pembunuhan yang mengejutkan, orang hilang yang belum ditemukan, bahkan keterlibatan aparat penegak hukum dalam penyalahgunaan narkoba.
Namun semua itu mungkin hanyalah permukaan dari permasalahan yang lebih dalam—ibarat puncak gunung es dari krisis sosial yang sedang melanda.” Yang jauh lebih mengkhawatirkan adalah kenyataan bahwa Bone hari ini sedang dikepung oleh peredaran narkoba yang makin masif, sistemik, dan menyasar semua lapisan.
Narkoba bukan lagi masalah individu—ia telah menjelma menjadi darurat sosial yang menggerogoti masa depan daerah ini.
Bone dalam Cengkeraman Gelap
Kita harus jujur. Dari kota sampai pelosok desa, narkoba bukan lagi cerita asing. Bahkan, yang lebih menyedihkan, bukan hanya pemuda biasa yang terjerat, tapi juga oknum aparat yang seharusnya menjadi pelindung rakyat. Ketika yang seharusnya menjaga justru ikut bermain, ini bukan hanya pelanggaran hukum, tapi pengkhianatan terhadap amanah rakyat.
Kita patut bertanya, bukan hanya secara rasional, tetapi juga secara spiritual:
Apa makna dari semua ini?
Apakah ini hanya sekadar kebetulan? Ataukah ini teguran dari langit? Ujian untuk menggugah hati kita? Atau justru peringatan keras karena kita telah terlalu lama membiarkan dosa-dosa sosial tumbuh tanpa koreksi?
Dalam hadis disebutkan, ‘Apabila Allah menghendaki kebaikan pada suatu kaum, maka Dia beri mereka ujian’ (HR. Bukhari). Maka barangkali semua ini adalah panggilan-Nya untuk kita kembali.
Sebagai orang Bugis, kita punya falsafah tua yang sarat makna:
“Matenne ni Tiwi na sibawa Mawere ko Dewata SewwaE.”
Segala yang terjadi di atas bumi—baik yang tampak maupun yang tersembunyi—semuanya berada dalam pengawasan dan kehendak Tuhan Yang Maha Esa.
Falsafah ini mengajarkan bahwa tak ada yang benar-benar kebetulan. Kejadian-kejadian ini mengandung pesan. Dan bila pesan itu datang bertubi-tubi, maka kita wajib mengintrospeksi diri, baik sebagai pribadi maupun sebagai pemerintah dan masyarakat.
Dosa Sosial yang Terabaikan? Apakah ini buah dari ; Kezaliman yang didiamkan, Ketidakadilan yang dibiarkan, Hukum yang dipermainkan, Generasi muda yang kehilangan arah karena kurang dibina, Kepekaan nurani yang mati karena terlalu asyik dengan jabatan dan kekuasaan?
Jika pemerintah daerah hanya sibuk dengan rutinitas administratif tanpa hadir secara nyata di tengah krisis sosial masyarakat, maka kita semua sedang berjalan menuju jurang kegagalan kolektif.
Seruan untuk Pemerintah dan Seluruh Elemen Masyarakat, Saatnya:
- Pemda Bone bersama seluruh elemen masyarakat menggelar istighasah akbar—bukan hanya sebagai ritual, tapi sebagai simbol taubat sosial.
- Menegakkan hukum dengan adil dan tegas, termasuk terhadap oknum aparat.
- Menghidupkan kembali nilai-nilai budaya Bugis: sipakatau, sipakainge, sipakalebbi, dan falsafah lokal lainnya sebagai benteng moral.
- Memberi perhatian serius pada pendidikan karakter, pembinaan anak muda, dan penguatan ekonomi rakyat kecil.
- Memimpin dengan hati, bukan hanya dengan aturan dan seremonial.
Bukan saatnya saling menyalahkan, melainkan saatnya kita saling menggandeng tangan untuk keluar dari gelap ini bersama. Jangan sampai kita baru sadar setelah bencana lebih besar menimpa.
Mari kembali pada Allah, kembali pada nurani, dan kembali pada jati diri budaya kita.
Seperti tertulis dalam Al-Qur’an:
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sampai mereka mengubah apa yang ada dalam diri mereka.” (QS. Ar-Ra’d: 11)
Maka mari kita ubah keadaan ini dengan doa, usaha, dan kebersamaan.
Semoga Bone kembali diberkahi.
Bone masih punya harapan. Tapi harapan itu hanya akan lahir jika kita berani berubah.
Semoga ini bukan azab, tapi teguran penuh kasih dari Allah, agar Bone kembali menjadi negeri yang diberkahi dan masyarakatnya selamat dunia-akhirat.
Menuju Bone Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafur - Negeri yang baik, subur, damai, dan diberkahi, di bawah lindungan Tuhan Yang Maha Pengampun.
"Jika langit telah memberi tanda, dan bumi telah bersuara, maka janganlah kita tuli dan buta. Mari, dengan doa dan daya, kita pulihkan Bone. Kembali menjadi tana malempu, tana sipakatau, tana yang diberkahi."
Wallahu a’lam bish-shawab.