Menguras Tinja Sama Dengan Menguras 1001 Faktor Penyebab Stunting

  • Bagikan
Oleh: Awlia Amar Nenar

Isu stunting masih terus digaungkan dalam isu-isu kesehatan terkini. Semakin hari, permasalahan stunting menjadi semakin kompleks karena banyaknya perhatian yang diberikan oleh peneliti maupun atensi yang diberikan masyarakat terhadap isu stunting kian menajam. 

Ada banyak forum yang menggiring kita untuk berfikir kritis terhadap penanganan stunting dan kebanyakan fokusnya tidak lepas dari pola-pola ketersediaan pangan sehat bernutrisi. Baik dari perilaku, pola makan, dan penyediaan makanan bernutrisi yang tentunya hal tersebut tidak lepas dari permasalahan pangan. 

Pada tahun 2023 menjadi ajang pencapaian dari upaya penanganan stunting karena sudah mengalami penurunan. Di Indonesia, prevalensi stunting pada tahun 2023 sebesar 21,6% yang menunjukkan bahwa upaya penanganan stunting sudah cukup berhasil dilaksanakan. 

Akan tetapi, target 14% pada tahun 2024 masih jauh dari angka prevalensi saat ini. Hal ini perlu diperhatikan lagi, mengingat rentang waktu ke tahun 2024 sudah di depan mata.
Banyak dari masyarakat kita yang tidak menyadari bahwasanya sanitasi sangat berperan penting terhadap kondisi stunting karena kondisi panganlah yang selalu saja disorot untuk menjadi satu topik bahasan yang tidak akan lari dari pengolahan dan pemahaman akan pemberian makanan bernutrisi pada ibu hamil dan anak. 

Namun kendati demikian, ada faktor lain yang ternyata lebih mengakar pada permasalahan stunting namun tidak terlalu disoroti, bahkan dalam beberapa forum banyak yang tidak menyinggung terkait hal tersebut. 

Masalah pengurasan dan pengolahan tinja merupakan hal yang sering kali diabaikan padahal segala jenis penyakit bisa timbul akibat sifat abai tersebut. Dimulai dari perilaku BABS masyarakat, memiliki jamban pribadi dalam rumah atau tidak, apakah saluran tinjanya sudah benar penempatannya, serta penampungan tinjanya sudah menggunakan septic tank yang kedap air demi menghindari resapan bakteri dari tinja ke tanah lalu air resapan tanah dimanfaatkan untuk kebutuhan rumah tangga.

Tidak dapat dipungkiri bahwa dengan banyaknya masyarakat kita yang memanfaatkan air resapan akan hidup berdampingan dengan bakteri jahat yang masuk dalam tubuh akibat mengonsumsi dan menggunakan air untuk kebutuhan sehari hari. Pada penelitian yang dilakukan oleh Yayasan Bakti UNICEF di daerah Sidrap Sulawesi Selatan pada November 2023 ternyata masih ada 90% rumah tangga yang tidak memiliki septic tank kedap air dan 40% diantaranya tidak pernah menguras. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak masyarakat yang masih abai terhadap pentingnya menjaga kualitas sanitasi di sekitar rumahnya.

Sanitasi aman merupakan sebuah konsep yang memberikan insight terhadap masyarakat untuk tidak menyepelekan penampungan tinjanya dan juga dijelaskan pula terkait pengangkutan dan pengolahannya untuk dimanfaatkan sebaik mungkin. Karena bakteri E.coli bersarang di tempat tersebut dan tentunya air resapan tanah yang kita konsumsi akan mengandung bakteri E.coli juga. Bakteri E.coli merupakan bakteri yang dapat menyebabkan diare, oleh karena itu dapat menyebabkan resiko tinggi terhadap terjadinya stunting. 
Jika pangan merupakan faktor utama dari terjadinya kondisi stunting, maka kualitas pangan tentunya sangat berpengaruh. Oleh karena itu diperlukannya pemeliharaan lingkungan dan menghindari adanya pencemaran daerah resapan tanah yang menjadi sarang bakteri E.coli ini. Karena hanya dengan satu E.coli dapat menyebabkan diare parah, lantas bagaimana jika di sekitar rumah kita yang memiliki daerah resapan air untuk digunakan sehari-hari mengandung hasil pencemaran tinja? Tentunya menjadi hal penting untuk ditangani sesegera mungkin. Karena dengan menjaga sanitasi aman, maka kita sudah mengamankan keluarga dari tingginya resiko penyakit berbahaya yang disebabkan oleh sikap abai terhadap pengelolaan saluran tinja.

Penulis:

  • Bagikan