Dukung Langkah Pemprov Kembangkan Pelabuhan Pattiro Bajo, Kadin Sulsel: Mari Bangunkan ‘Raksasa Tidur’ Teluk Bone

  • Bagikan

RADARBONE.FAJAR.CO.ID--Rencana Pj Gubernur Sulsel mengembangkan Pelabuhan Pattiro Bajo (Cappa Ujung) menjadi pelabuhan industri mendapat dukungan penung dari Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Provinsi Sulsel.

Wakil Ketua Umum Kadin Provinsi Sulsel, H Muhammad Akbar Pamonroi menegaskan, Teluk Bone merupakan raksasa tidur. Jika Pelabuhan Pattiro Bajo dikembangkan menjadi pelabuhan industri, maka Bone akan menjadi daerah penyangga ekonomi selain Makassar.

"Kadin Sulsel mendukung penuh langkah pemprov. Jika ini terwujud, dampaknya akan sangat luar biasa. Bone akan menjadi lokomotif industri di Indonesia Timur," katanya.

Selain itu lanjut Akbar, dengan adanya dermaga ini yang nantinya menjadi pelabuhan kontainer, perekonomian di Kabupaten Bone akan melejit apalagi jika pelabuhan ini sudah melayani ekspor impor.

"Kami juga siap membantu menarik investor menanamkan investasinya di Bone. Insya Allah niat mulia ini akan bermanfaat untuk masyarakat," tukasnya.

Sebelumnya, Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Sulsel, Andi Erwin Terwo mengatakan, anggaran yang disiapkan untuk pengembangan kawasan Pelabuhan Pattiro Bajo mencapai Rp30 miliar lebih. Termasuk DID sebesar Rp2,7 miliar.

Rencananya, pengembangan dan pembangunan pelabuhan ini mulai dikerjakan 2024 mendatang.

"Pelabuhan Pattiro Bajo masuk dalam rencana prioritas tol laut yang digagas Pj Gubernur Sulsel Bahtiar Baharuddin. Kita akan kembangkan pelabuhan ini menjadi pelabuhan industri," katanya, Selasa 23 Januari kemarin.

Fokus saat ini adalah persoalan lahan. Bekerjasama dengan Pemda Bone, akan dilakukan pembebasan lahan seluas 5 hektar.

"Menekan laju inflasi, Pj Gubernur Sulsel memanfaatkan teluk Bone sebagai alur transportasi laut. Termasuk kita ingin menjadikan Pelabuhan Pattiro Bajo sebagai pelabuhan Peti Kemas," ucapnya.

Pemprov lanjutnya sudah berkoordinasi dengan Pj Bupati Bone agar akses jalan menuju Pattiro Bajo bisa ditangani.

" Salah satu permasalahan adalah akses jalan menuju ke Cappa Ujung (Pelabuhan Pattiro Bajo). Itu sudah kita koordinasikan ke Pj bupati supaya nanti dikerjasamakan," jelasnya.

Erwin mengatakan, saat ini akses distribusi barang via darat sudah sangat sulit. Angkutan distribusi barang menggunakan jalur darat sering terkendala macet.

Titik-titik macet di wilayah Sulawesi Selatan kata Erwin, berada di beberapa daerah, seperti Kota Makassar, poros Gowa dan poros Maros-Bone.

Dengan tol laut, Erwin mengatakan, distribusi barang bakal lancar. Kapal pengangkut barang akan melingkar melalui wilayah Malili, Luwu Utara, Pelabuhan Nusantara Parepare, dan Pelabuhan Pattiro Bajo Bone.

"Nantinya akan ada aktivitas bongkar muat barang di Pelabuhan Pattiro Bajo," ujarnya.

"Bahkan ke depan, kita rencanakan pelabuhan-pelabuhan yang berada di Bone itu bisa langsung berlayar ke Surabaya," pungkasnya.

Sebelumnya, Penjabat Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel), Bahtiar Baharuddin menyebut teluk Bone adalah raksasa yang sedang tidur. Untuk itu, dirinya ingin menghidupkan kembali potensi ekonomi di teluk Bone, termasuk dari hasil buminya. Teluk ini tidak kalah potensinya dengan teluk lain yang ada di Indonesia dan diharapkan menjadi lokomotif pembangunan di Sulsel.

"Satu bulan terakhir setelah menjadi penjabat Gubernur, saya sampaikan, bahwa ratusan tahun teluk Bone adalah raksasa yang sedang tidur," ujar Bahtiar Baharuddin kepada awak media beberapa waktu lalu.

Menurut dia, teluk Bone disebut sebagai raksasa sedang tidur, karena lanskap ekonomi dan potensi yang dimilikinya. Sedangkan selama ini, bahkan sejak zaman penjajahan pantai barat di Sulsel, yakni selat Makassar lebih dikenal dan diperhatikan pembangunannya. Padahal teluk Bone juga dulunya adalah jalur laut yang penting.

Untuk itu, ia menilai bahwa teluk Bone juga harus menjadi perhatian, pemerataan pembangunan harus dilakukan.

"Nah dalam sejarah yang berkembang itu semua berpusat di Parepare sama di Makassar, itu semua pantai barat. Akhirnya semua barang dari luar semua ke Makassar dan Parepare, baru di kirim ke Bone, Wajo, Sinjai dan seterusnya. Akibatnya biaya trasportasinya besar dan pasti cepat rusak jalan," urainya.

Pengembangan pelabuhan laut misalnya sangatlah penting. Termasuk untuk transportasi logistik yang lebih baik dan meningkatkan nilai ekonomi, termasuk agar biaya transportasi lebih murah.

Untuk itu, cara untuk mengurangi biaya trasportasi, maka harus diubah cara pandang dalam pengembangan pembangunan pelabuhan laut sebagai solusi untuk menjawab kesulitan masyarakat menjual hasil pertaniannya.

"Bagaimana cara mengurangi biaya trasportasi. Apapun yang paling murah adalah jalur laut. Kenapa China Sanghai paling besar di dunia, karena dia memiliki pelabuhan terbesar saat ini, kenapa Singapura paling besar saat ini karena dia pelabuhan laut terbesar barang di dunia kawasan sini," jelasnya.

Ia menyampaikan contoh, jika dilakukan perbandingan dari segi keuntungan hasil panen di Kabupaten Bone dengan Kabupaten Maros, tentunya lebih murah biaya operasionalnya petani di Maros dibandingkan dengan petani di Bone jika di jual di Makassar karena faktor biaya transportasi.

"Makanya saya kasi contoh tadi kalau saya tanam jagung di sini (Bone), terus saya juga tanam jagung di Maros sama-sama saya jual di Pabaeng-baeng mana lebih murah, mana lebih banyak untungnya, Maros lah. Logikanya sederhana sekali, karena pasti tidak kena trasportasi, kita biaya trasportasi besar sekali," paparnya.

*

  • Bagikan