Menang Praperadilan, Nasabah Kirim Surat Terbuka ke Bank Plat Merah, Begini Isinya

  • Bagikan

BONE, RADARBONE.FAJAR.CO.ID-Sudah 9 tahun pasca kasus dugaan transaksi yang direkayasa yang diduga melibatkan oknum karyawan Bank plat merah di Bone. Nasabah yang dirugikan, Djasdar tak kunjung mendapat haknya.

Meski nasabah tersebut sudah dinyatakan menang praperadilan di Pengadilan Negeri Watampone.

Djasdar pun, terpaksa mengirim surat terbuka ke PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) Persero tbk yang ditujukan langsung kepada direktur utama.

Demikian isi surat terbuka Djasdar yang diterima RADARBONE.FAJAR.CO.ID, Sabtu 4 Maret 2023.

Kepada Yth. Direktur Utama PT. Bank BRI Persero tbk

Sehubungan dengan perihal tersebut diatas, bersama ini kami infokan kepada Bapak, bahwa transaksi yang direkayasa oleh oknum karyawan BRI Cabang Watampone pada tahun 2014 lihat bukti transaksi historisnya di rekening bukti Otentik kami pegang antara lain :

  1. Memindahkan sisa uang hak kami tanpa perintah overbooking tgl. 10.04.2014 ke rekening 215901000041152 seb. Rp. 150 juta yg tdk ada kaitannya dengan yg di kredit, tdk ada perintah dari kami.
  2. Oknum karyawan BRI Cab. Watampone memaksa untuk membuka rekening tabungan bukan yg berhak yg seharusnya dikembalikan kepada yg berhak sesuai kesepakatan dengan pemeriksa intern BRI sebelumnya namun oknum karyawan BRI melakukan pemaksaan overbooking tgl. 11.04.2014 tanpa perintah no. Rek. 2159 0100 1033 500 Dan ATM 5221 8450 1207 dengan nilai sebesar Rp. 151 juta dan atas nama dibuku telah bersaksi di Pengadilan dan memberikan keterangan bahwa oknum karyawan BRI memaksa untuk buka rekening dan bisa dilihat dihistoris transaksi kebenaran pastinya yg menjadi dasar bukti kami.
  3. Sisa Asuransi Jiwa dan kebakaran kami +/- Rp. 60 juta hingga saat ini belum dikembalikan kepada kami oleh oknum Karyawan BRI yg melakukan transaksi tdk sesuai SOP, karena masih ada jangka waktu 6 enam tahun fasilitas kami namun oknum karyawan merekayasa transaksi sehingga merugikan kami.
  4. Menguasai ruko kami tanpa melalui pengadilan dan oknum karyawan BRI melakukan memerintahkan merusak gembok dengan memakai las untuk mengusai ruko milik kami tanpa melalui pengadilan, tidak sesuai aturan yg dikeluarkan oleh pemerintah,BI, OJK, UU perbankan dan Peraturan Pemerintah.
  5. Akta Risalah lelang tercantum SHM No1758 sedangkan di SHM kami No. 1578 sehingga bukan ruko kami yg diekskusi. Sehingga oknum karyawan kelabakan memaksa melakukan transaksi yg salah dan memaksa mengusai hak2 kami tanpa melalui pengadilan.
  6. Sebelumnya telah kami sepakati dan mencari jalan win win solution sejak tahun 2014 s.d tahun 2019 dan sdh ada angka yg telah kami sepakati dengan kepala cabang Pak Dani dan legal Kanwil Sdr. Muh.Auliah akan menginfokan ke kami namun kesepakatan itu tdk ada info, sehingga kami melakukan unjuk rasa di BRI Cab. Watampone sebelum kami praperadilankan Sp3 oleh oknum penyidik polres Bone, dan kami telah memenangkan praperadilannya dan saat ini status quo buat kami.
  7. Pihak management BRI Cabang hingga saat ini masih melakukan pembiaran, hak hak kami sisa uang kami sebesar Rp. 361 juta hingga saat ini belum dikembalikan sesuai bukti otentik kami pegang.

8.terlampir kami sampaikan barang bukti otentik overbooking tanpa perintah dan bukti2 lainnya akan kami lampirkan dan kirimkan di medsos ini. Semoga saja medsos yg kami kirim tdk dihapus oleh oknum yg tdk bertanggung jawab membiarkan kesalahan fatal yg dilakukan oleh oknum karyawan BRI.

  1. kami mengharapkan pihak management memeriksa langsung transaksi di rekening di sistem komputer dan sisa uang kami hingga saat ini belum dikembalikan entah dikemanakan oleh oknum karyawan BRI.
  2. Kami harapkan pihak BRI Persero dapat menyelesaikan masalah kami ini dan mengembalikan hak hak kami yg belum dikembalikan, Mengingat masalah kami ini sudah masuk di tahun ke 9 sisa uang kami Seb Rp. 361 juta belum dikembalikan dan barang2 kami di lokasi ruko hingga saat ini belum diserahkan ke kami sedangkan ruko disewakan kepada pihak ke 3 dealer Honda.
  3. Semoga saja management dan menteri terkait mendengar masalah kami ini karena baik upaya win wini Solution sdh kami lalui sdh ada angka dan nilai yg telah disepakati namun itu juga diabaikan oleh management, dan upaya hukum telah kami lalui dengan sangat berat melawan BUMN plat merah namun karena oknum karyawan bekerja tdk pakai hati, bagaikan preman mengambil paksa dan memindahkan seenaknya hak2 kami tanpa mengikuti aturan BI, Ojk, UU perbankan dan Peraturan Pemerintah yg telah ditetapkan, sehingga kami sangat berat melangkahkan kaki ke pengadilan dan alhamdulillah kami menangkan praperadilannya sesuai bukti keputusan pengadilan Negeri Watampone. Yg kami sayangkan, hingga saat ini hak2 kami belum dikembalikan.

Kami mengharapkan suatu keadilan janganlah ada pegawai BUMN lagi bagaikan preman mengusai hak hak nasabah/debitur tanpa memakai dan etika sehinga mengabaikan aturan yg telah ditetapkan oleh pemerintah baik itu peraturan Intern BRI maupun peraturan OJK, BI, UU perbankan dan Peraturan Pemerintah diabaikan makanya kami anggap oknum karyawan yg mewakili institusi bagikan preman mengusai hak2 kami dan hingga saat ini belum mengembalikan uang kami seb. Rp. 361 juta.

Diketahui, pada 4 Maret 2020, Pengadilan Negeri (PN) Watampone, mengabulkan gugatan praperadilan kasus dugaan kejahatan perbankan yang melibatkan Bank Rakyat Indonesia (BRI) Cabang Bone.

Gugatan praperadilan diajukan Djasdar ke Pengadilan Negeri, setelah kasus penggelapan sisa aset lelang yang dilaporkan ke polisi, justru di SP3 kan.  Polisi mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) setelah kasus tersebut dianggap cukup bukti.

Setelah diuji melalui praperadilan, hakim PN Watampone, A Juniman Konggoasa berpandangan lain. Ia melihat kasus tersebut telah memenuhi unsur pidana dan bukti-bukti yang diajukan dinilai cukup sehingga menjadi dasar pihaknya mengabulkan gugatan pemohon (Djasdar).

Kepada RADAR BONE, Djasdar selaku pemohon mengaku bersyukur mendapat keadilan melalui praperadilan.

“Alhamdulillah praperadilan saya dikabulkan ndi. Penyidikan pidana terhadap kasus tersebut otomatis harus dibuka kembali,” tegas Djasdar.

Ia mengaku, kasus yang dilaporkannya sudah enam tahun lebih mandek. “Dengan adanya putusan ini, menjadi bukti bahwa apa yang kami laporkan benar adanya,” tukasnya.

Sementara itu, Kasat Reskrim Polres Bone yang kala itu masih dijabat AKP Moh Pahrun membenarkan gugatan praperadilan yang diajukan Djasdar, dikabulkan oleh Pengadilan Negeri Watampone.

Ia menegaskan, dengan adanya putusan praperadilan, maka secara otomatis, penyidikan kasus dugaan penggelapan sisa dana lelang ini kembali dibuka. Termasuk status tersangka terhadap mantan Kepala Unit BRI, Burhan Daji, dikembalikan.

“Kasus ini wajib ditindaklanjuti. Jadi segera setelah putusannya kami terima, kita kirim lagi berkasnya ke kejaksaan. Dan tidak ada perubahan apa-apa di berkas itu,” tegasnya.

Diketahui, gugatan praperadilan yang diajukan Djasdar bermula dari kasus jaminan lelang bermasalah yang menyeret mantan Pimpinan BRI Cabang Pembantu BTC Watampone,Burhan Daji.

SP3 yang dikeluarkan penyidik kepolisian atas kasus tersebut kemudian digugat Djasdar dengan mengajukan praperadilan. Bagi Djasdar, langkah kepolisian mengeluarkan SP3 sangat janggal.

Saksi ahli yang dihadirkan selama persidangan, juga memperkuat bukti adanya kesalahan dalam SP3 tersebut.

Saksi ahli yang dihadirkan, yang merupakan guru besar fakultas hukum Universitas Hasanuddin, Prof Dr AM Syukri menegaskan, pengertian cukup bukti dalam prasa Mahkamah Konstutusi (MK), bukan hanya menyangkut kuantitas tapi kualitas alat bukti.

“Kalaupun alat buktinya tiga tapi itu (Alat bukti), tidak relevan dengan perkara yang ditangani, tidak relevan dnegan delik yang disangkakan, maka itu dianggap tidak berkualitas,” ujarnya.
Khusus kasus dugaan kejahatan perbankan dimana mantan pimpinan unit BRI, Burhan Daji telah ditetapkan tersangka, maka tegas Prof Syukri, perkara tersebut telah dianggap cukup bukti.
“Bahwa ketika ditetapkan tersangka, berarti telah ada bukti yang sah. Lalu kemudian keluar SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan) dengan alasan tidak ckup bukti. Ini ada inkonsistensi,” jelasnya.

Alasan SP3 tidak cukup bukti tegas Prof Syukri, tidak dapat dipakai setelah orang ditetapkan tersangka. “Berarti asas kepastian hukum tidak diterapkan. Ketika sudah ditetapkan tersangka, tdak mungkin kemudian dinyatakan tidak cukup bukti,” pungkasnya.

*

  • Bagikan